Jalannya Ekonomi Sektor Rill
(analisis keberhasilan krisis 2008 dengan kegagalan
Krisis 1998)
Oleh:
Imam
Purnarko
(KSEI UNJ,
Koordinator Komisariat Jaktim-Jakpus FoSSEI Jabodetabek)
Teringat
Peristiwa 1998 dimana pada waktu itu Indonesia mengalami krisis yang begitu
menyengsarakan rakyatnya, sesungguhnya krisis pada waktu itu tidak terlepas
dari nuansa politik yang memanas. Sehingga kebutuhan akan pelunasan hutang luar
negeri bernominal Dollar yang telah melonjak menyebabkan Uang rupiah
terdepresiasi dan menyebabkan kejatuhan bangsa Indonesia. Sesungguhnya symptom/
gejala pada waktu itu telah menyebabkan Indonesia mengalihkan utangnya dari
luar negeri ke luar negeri. Namun tanpa disadari ternyata dari itu semua Negara
kita telah tergadaikan dengan tunduknya presiden pada waktu itu Soeharto kepada
perjanjian IMF yang sampai saat ini terasa mencekik bangsa.
Berbeda
dengan krisis yang dialami oleh bangsa ini sekarang ini, walaupun sadar atau
tidak nuansa politik memang memanas, dengan analogy yang dibuat-buat terkesan
sama seperti kasus bank Bali pada era-98. Bank century mendapatkan kucuran dana
6,7 triliun yang menyebabkan bangsa ini mendapatkan banyak sekali agenda-agenda
di DPR dimana para wakil rakyat mendapatkan sorotan langsung dari masyarakat.
Inti dari
semua itu adalah bahwa kasus krisis bangsa pada saat ini (2008 )memiliki
indikasi penting dalam hal penyelesaiannya yang memang harus di apresiate
Karena memang tidak berdampak sistemik.
Pertama:
pada saat krisis 1998 bangsa ini diserang oleh arus gelombang politik yang
begitu besar, ada aliran besar kerusuhan paska aksi mahasiswa turun kejalan,
sektor rill benar-benar tidak berfungsi, makanan hari itu merupakan harta yang
paling berharga. Sedangkan pada saat ini krisis tidak sama sekali menyerang
sektor rill yang sesungguhnya merupakan ujung tombak bangsa ini. Masyarakat
kita masih bisa berdagang dan bertransaksi dengan nyaman, walaupun sebagian
dalih yang nyatanya paling ampuh sehingga tidak mampu menarik dalang dari
krisis pada saat ini, yaitu aspek psikologi, dimana dengan dalih yang tidak
dapat diukur dari analisis statistik ini seakan dana 6,7 trilliun sah di
gelontorkan.
Kedua : pada
saat krisis 1998 seperti ulasan diatas berhutang cukup besar kepada Bangsa
asing, dimana Individu dapat dengan bebas meminjam uang kepada asing akibat
mudahnya perizinan, bahkan pada waktu itu suku bunga di Indonesia mencapai
tingkat suku bunga tertinggi dalam persaingan usaha yaitu 50% lebih, suku bunga
yang dikeluarkan oleh Bank Exim( sekarang bank Mandiri). Krisis sekarang
berbeda jauh dimana pada saat ini persaingan suku bunga tidak sesengit pada
waktu itu, bangsa kita tidak perlu berkutat untuk dapat membayar bunga luar
negeri, obligasi berupa ORI, SBI,dll yang nyata-nyata menyebabkan bangsa ini
harus disibukkan membayar bunga belum jatuh tempo. Ada pula asing sudah masuk
mengendalikan investasinya di Indonesia sehingga mereka akan terkena dampak
seandainya hal ini berlaku sistemik.
Terakhir:
walaupun aspek ini tidak dianggap begitu penting, namun memiliki andil besar
dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang dibesar-besarkan ini, masyarakat yang
saat ini sudah terngiang dengan kejadian yang begitu menyulitkan bangsa tidak
dapat di sulut oleh arahan politik seperti aksi masa dan lain-lain. Malah
sepertinya ada oknum tertentu yang bermain untuk dapat mengalihkan berita
terpenting ini, sehingga berita kasus BLBI dapat segera di tutup secara tak
terduga., berbeda sekarang bangsa ini dapat terus mengakses kasus Century tanpa
mau dialihkan oleh berita-berita di Televisi.
Ketiga
analisis diatas merupakan subjektif penulis yang harus segera dikritisi, akan
tetapi kenyataanya memang pergerakan sektor rill sekarang ini tidak terpengaruh
oleh gejolak-gejolak politik sehingga nyatalah bangsa ini terselamatkan oleh
pergerakan 99% sektor rill, seorang ibu masih bisa menjual kuenya dipasar,
masyarakat tidak tertarik melakukan rush besar-besaran karena menang Bank
Century hanya bisa diakses oleh pemilik modal-modal besar, yang dikumpulkan
secara massif mirip kasus Exim yang memberikan bunga diatas rata-rata standar
pemerintah. Ekonomi Rakyat ini lah yang seharusnya ditingkatkan dimana
keterkaitan antara sektor perbankan dengan para peminjam modal harus
diberdayakan selaku mitra bukan seperti lintah yang hanya menghisap darah
dikala binatang lain berusaha mencari makanan.
Analisis
:
1.
Artikel ini menggunakan paragraf induktif, karena kalimat khusus terletak di
awal paragraf dengan menyebutkan peristiwa-peristiwa khusus. Paragraf induktif
adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan
khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan
kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Yang
membuktikan paragraf induktif yaitu kalimat yang terdapat pada paragraf
yang berbunyi:
“Teringat Peristiwa 1998 dimana pada waktu itu
Indonesia mengalami krisis yang begitu menyengsarakan rakyatnya, sesungguhnya
krisis pada waktu itu tidak terlepas dari nuansa politik yang memanas. Sehingga
kebutuhan akan pelunasan hutang luar negeri bernominal Dollar yang telah
melonjak menyebabkan Uang rupiah terdepresiasi dan menyebabkan kejatuhan bangsa
Indonesia. Sesungguhnya symptom/ gejala pada waktu itu telah menyebabkan
Indonesia mengalihkan utangnya dari luar negeri ke luar negeri. Namun tanpa
disadari ternyata dari itu semua Negara kita telah tergadaikan dengan tunduknya
presiden pada waktu itu Soeharto kepada perjanjian IMF yang sampai saat ini
terasa mencekik bangsa.”
2. Artikel
ini termasuk paragraf deskripsi. Paragraf deskripsi merupakan gagasan pokok yang menggambarkan
suatu objek sehingga para pembaca seakan bisa melihat, mendengar, atau merasa
objek tersebut. Tujuannya adalah untuk merasakan sendiri dari semua yang
ditulis oleh penulis. Objek tersebut dapat berupa orang, benda, atau tempat
Sumber : https://fosseijabodetabek.wordpress.com/artikel-ekonomi-islam/
No comments:
Post a Comment